Bangladesh pada Minggu (21/7) memutuskan untuk memperpanjang jam malam untuk mengendalikan protes kekerasan yang dipimpin mahasiswa dan telah menewaskan sedikitnya 114 orang. Langkah tersebut diambil menjelang sidang Mahkamah Agung pada hari berikutnya mengenai kuota pekerjaan pemerintah yang memicu kemarahan.
Tentara berpatroli di jalan-jalan ibu kota Dhaka, tempat terjadinya demonstrasi yang kemudian berubah menjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Layanan internet dan pesan teks di Bangladesh telah dihentikan sejak Kamis, memutus koneksi negara tersebut saat polisi menindak pengunjuk rasa yang menentang larangan pertemuan publik.
Jam malam yang dimulai pada Jumat malam kini diperpanjang hingga pukul 15.00 pada hari Minggu dan akan berlanjut hingga “waktu yang tidak ditentukan” setelah ada jeda dua jam untuk masyarakat mengumpulkan perbekalan, menurut laporan media lokal.
Universitas dan perguruan tinggi juga telah ditutup sejak Rabu.
Kerusuhan nasional meletus setelah kemarahan mahasiswa terhadap kuota pekerjaan pemerintah, yang mencakup pemberian 30 persen untuk keluarga mereka yang berjasa untuk kemerdekaan dari Pakistan.
Pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina menghapus sistem kuota pada 2018, tetapi pengadilan memutuskan untuk menerapkannya kembali bulan lalu.
Mahkamah Agung menangguhkan keputusan tersebut setelah pemerintah mengajukan banding dan akan mendengarkan kasus itu pada Minggu, setelah setuju untuk memajukan sidang yang awalnya dijadwalkan pada 7 Agustus.
Demonstrasi tersebut—yang terbesar sejak Hasina terpilih kembali untuk masa jabatan keempat berturut-turut tahun ini—juga dipicu oleh tingginya pengangguran di kalangan generasi muda, yang menyumbang hampir seperlima dari total populasi.
Pada Sabtu (20/7), Departemen Luar Negeri AS meningkatkan peringatan perjalanannya ke Bangladesh ke level empat dan mendesak warga AS untuk tidak bepergian ke negara Asia Selatan tersebut. [ah/ft]
Sumber : https://www.voaindonesia.com/a/bangladesh-perpanjang-jam-malam-menjelang-sidang-kuota-pekerjaan-kontroversial/7706676.html