Seorang pejabat tinggi AS pada hari Selasa (16/7) menekankan bahwa aliansi AS-Korea Selatan adalah “aliansi nuklir” yang memperkuat penggambaran pemerintah Korea Selatan tentang kedua sekutu ini menyusul penandatanganan pedoman penangkalan nuklir yang baru oleh kedua negara minggu lalu.
Vipin Narang, penjabat asisten menteri pertahanan AS untuk kebijakan luar angkasa, kepada VOA Siaran Korea dalam sebuah wawancara eksklusif mengatakan, “Ketika kita secara resmi memperluas penangkalan nuklir kepada sekutu kita, itu merupakan aliansi nuklir, dan Korea Selatan adalah contohnya.”
Narang lebih lanjut menjelaskan bahwa hal itu mirip dengan apa yang dilakukan Amerika Serikat dengan sekutu-sekutu Eropa melalui Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). “NATO secara terbuka, misalnya mengatakan, selama senjata nuklir masih ada, NATO akan menjadi aliansi nuklir. Serupa dengan hal itu, hubungan dengan Korea Selatan merupakan perpanjangan formal dari nuklir AS. Kita berkomitmen membela Korea Selatan dengan segala kemampuan”.
Presiden Korea Selatan Yoon Seok Yeol sebelumnya pada hari Selasa dalam pertemuan Kabinet mengatakan bahwa aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat telah ditingkatkan menjadi “aliansi berbasis nuklir,” dan menambahkan bahwa aset nuklir AS sekarang akan “ditugaskan secara khusus untuk misi di Semenanjung Korea” di bawah pedoman yang baru disepakati antara kedua sekutu.
Kamis lalu, Yoon bertemu dengan Presiden A.S. Joe Biden di sela-sela KTT NATO di Washington, menegaskan kembali komitmen mereka terhadap Deklarasi Washington yang diungkapkan pada tahun 2023, dan menguraikan komitmen kedua negara untuk terlibat dalam dialog yang lebih dalam serta berbagi informasi untuk memperkuat upaya penangkalan nuklir di Semenanjung Korea.
Menurut pernyataan bersama yang dirilis setelah pertemuan terakhir kedua pemimpin, Biden menegaskan kembali bahwa komitmen AS untuk memperluas penangkalan terhadap Korea Selatan didukung oleh “berbagai kemampuan AS, termasuk nuklir.”
Sejalan dengan langkah tersebut, Narang, yang mengetuai bersama Nuclear Consultative Group, atau NCG, sebuah badan bilateral yang dibentuk oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan di bawah Deklarasi Washington, bertemu dengan mitranya dari Korea Selatan, Cho Chang Lae, di Washington minggu lalu dan menandatangani “Pedoman Amerika Serikat dan Republik Korea untuk Penangkalan Nuklir dan Operasi Nuklir di Semenanjung Korea.”
Pedoman tersebut, menurut Departemen Pertahanan, memberikan prinsip dan prosedur untuk membantu para pembuat kebijakan dan pejabat militer kedua negara “dalam mempertahankan kebijakan dan sikap penangkalan nuklir yang efektif.”
Narang menekankan bahwa pedoman itu akan membantu NCG berevolusi sesuai dengan ancaman yang dihadapi oleh aliansi A.S.-Korea Selatan. “Dokumen pedoman ini bukanlah akhir, melainkan awal, dan membentuk NCG sebagai badan yang bertahan lama,” katanya.
“NCG adalah badan yang berfungsi, dan alur kerjanya berevolusi seiring dengan lingkungan ancaman dan kemampuannya, seperti halnya kemampuan Korea Utara yang terus berkembang dan beragam.”
Namun, dia menegaskan bahwa hanya presiden A.S. yang dapat mengesahkan penggunaan dan penggunaan senjata nuklir A.S., sambil menggarisbawahi bahwa Washington dan Seoul akan melakukan pendekatan penangkalan yang diperluas “sebagai mitra yang setara.” “Kita memiliki hubungan pencegahan yang diperluas. Kita membutuhkan dukungan konvensional dari sekutu kita,” tegasnya.
Pernyataannya disampaikan di tengah meningkatnya keraguan di Korea Selatan atas upaya penangkalan yang diperluas oleh AS, terutama setelah Rusia dan Korea Utara menandatangani pakta pertahanan, yang mengindikasikan kesediaan Moskow untuk terlibat dalam kerja sama militer penuh dengan Pyongyang.
Semakin banyak orang Korea Selatan yang menyerukan agar Korea Selatan memiliki senjata nuklir sendiri, dengan alasan bahwa strategi penangkalan aliansi AS-Korea Utara yang ada saat ini tidak akan cukup untuk melindungi Korea Selatan dari kemungkinan serangan Korea Utara, jika Korea Utara bergabung dengan Rusia.
“Itu akan melanggar NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir),” kata Narang, dan menambahkan bahwa Korea Selatan mungkin akan menghadapi sanksi internasional.
Dia juga menyampaikan bahwa Seoul akan “tersisih di dunia internasional” dan rentan terhadap serangan nuklir Korea Utara selama Korea Utara mengupayakan senjata nuklir. Para pakar di Washington tetap waspada mengenai apa arti pedoman baru tersebut bagi perluasan penangkalan bagi Korea Selatan.
“Hal ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat menganggap serius Korea Selatan sebagai mitra dalam semua aspek pertahanan,” kata Scott Snyder, presiden Korea Economic Institute of America. Snyder pada hari Selasa kepada VOA mengatakan bahwa keputusan untuk menggunakan senjata nuklir harus dibuat dengan cara yang terintegrasi antara Seoul dan Washington.
“Jika tidak terintegrasi, aliansi itu akan gagal,” katanya.
Dia menambahkan bahwa keputusan tersebut akan sangat tergantung pada kecenderungan AS.
Bruce Bennett, seorang analis pertahanan senior di RAND Corporation, kepada VOA Siaran Korea pada hari Selasa mengatakan bahwa sulit untuk melihat aliansi AS-Korea Selatan sebagai “aliansi nuklir.”
“Jika Korea Selatan telah diberi peran dalam merencanakan opsi nuklir, ya, tetapi AS menyiratkan bahwa itu belum terjadi,” kata Bennett.
“Jika mereka adalah aliansi nuklir, maka harus dijelaskan dengan cara apa aliansi nuklir itu – apakah Korea Selatan diikutsertakan dalam perencanaan bagaimana senjata nuklir akan digunakan? Itulah yang diminta oleh Presiden Yoon. Tidak jelas bagi saya” ujar Bennet. [my/jm]
Sumber : https://www.voaindonesia.com/a/pejabat-as-aliansi-washington-seoul-adalah-aliansi-nuklir-/7701775.html